Turkey Day 2 : Konferensi We Are All Mary Part. I

Baca cerita sebelumnya di > Turkey Day 1 : Departure

Jumat, 19 April 2019

Tengah malam.
Di antara kekacauan jam kerja tubuh yang mulai berubah dan kami yang kelelahan setelah 23 jam perjalanan, selesai makan malam dan beres-beres barang kamipun tertidur.
Iya, bukan tidur tapi tertidur *hehehe~

Sekitar jam 2 aku terbangun, teringat belum sholat Maghrib dan Isya.
Dengan setengah kesadaran dan masih terhuyung-huyung, aku jalan ke kamar mandi. Mulanya cuma cuci muka di wastafel, ya bersih-bersih sederhana lah. Walaupun gak ngerti ini bersih-bersih sebelum tidur atau setelah bangun tidur? :D
Karena butuh wudhu, akupun mencari keran lain. Cuma ada di bathtub dengan fitur 1 keran bawah, 1 shower level sedang yang mobile dan 1 shower utama. Karena emang belum explore kamar mandi, jadi di antara setengah kesadaran akupun otak-atik semacam tombol pengaturnya. Dan tiba-tiba...

BYUR!!! 

Oke, fine! Tengah malam, musim dingin, lupa nge-set pemanas air dan kesiram shower utama! Nicee~ -_-


Tips #1 : Kenali tempat tinggal kita dan eksplor dari awal. Jangan takut disangka norak, ada beberapa hal yang memang nggak biasa kita temukan.

Setelah menemukan set keran yang benar untuk wudhu, akupun keluar dari kamar mandi untuk ganti baju yang udah basah. Then lanjut sholat jamak Qashar Maghrib dan Isya. Selesai sholat aku sama sekali nggak ngantuk, mungkin karena jam tubuhnya kalau di Indonesia itu udah bangun full. Akhirnya aku nonton TV. Tapi sedih, karena enggak ngerti sama sekali hwaaaa~
Penunjuk Arah Kiblat

Ya udahlah daripada gabut aku explore kamar aja. Termasuk ngecek waktu sholat Subuh di Turki,
Subuh 4.40
Hemm, okelah. Normal kayak di Indonesia. 
Akupun killing time dengan tidur-tidur ayam sambil membalas beberapa pesan yang masuk.
Gogo kebangun untuk sholat juga, tapi dia bisa tidur lagi, Hiks~

Waktu sholat

Jam 4.40
Aku liat layar aplikasi. Tapi sama sekali nggak ada suara azan yang terdengar. 
Ya udahlah, yang penting udah masuk waktu, pikirku.
Selesai sholat Subuh, aku membangunkan Gogo. Sampai hampir setengah 6 aku mulai ngegas karena masih ter-set di Jakarta jam segini udah terang. Sambil bangunin Gogo aku lirik-lirik keluar hotel, "Ini kok masih gelap? Nggak terang-terang dari tadi..."
Ternyata belakangan aku baru tahu, Subuh di Turki itu masih bisa sampai sekitar jam 7 pagi.
Ya Allah, serasa sholehah banget kita :D

Setelah Gogo subuhan, kitapun dengan kreatifnya ngide, "Eh, gimana kalo kita lari pagi? Kan biasanya kalau di puncak biar nggak kedinginan kita harus olahraga."
Oke. Tips buat kalian, tolong jangan pakai referensi puncak Bogor sebagai pembanding winter ya wkwkwk

Berhubung konferensi dimulai jam 10, kitapun keluar dari hotel sekitar jam 8 pagi.
Dengan pedenya aku cuma pakai atasan kaos panjang dan jaket (bukan yang paling tebal pula), bawahan celana katun dilapis kulot, terus pakai jilbab yang selapis doang. 
Gogo nggak jauh beda, baju tidurnya dilapisi luaran doang. 
Di depan pintu hotel kita pede gitu, "Eh cerah ya, kayaknya nggak sedingin tadi malam deh"

Daaaan begitu pintu hotel kita buka....
SPLASH!
Mantaaaap~ Rasanya kayak kena sembur kulkas es Indomaret!

Foto seadanya. Itu senyum style beku kedinginan gaess...

Kepalang tanggung, kitapun tetap jalan keluar. Baru beberapa meter aja kita udah nggak sanggup lari. Dingin paraaaah! Akhirnya kita cuma jalan kaki ngelilingin daerah sekitar hotel, ngeliat rumah penduduk disana. Eh aku baru sadar juga, kita dengan polosnya jalan di kiri kayak di Indonesia, dan orang-orang disana ngeliatin kita aneh. *ya iyalah, semacam cari mati

Ekspresi paling agak lumayan, selebihnya muka kedinginan

Günaydın Türkiye
Jalan pagi kami menghasilkan foto-foto muka kedinginan dan sedikit eksplorasi. Di sekitar hotel itu ada sekolahan, toko, universitas, bank dan sedang ada pembangunan (gak tau buat apa), cafe dan di belakang foto itu ada halte Metro. Salut sih, di lokasi sekecil itu, fasilitas pendukungnya bisa dibilang cukup lengkap.

Kita buru-buru balik ke hotel, udah nggak tahan banget~
So, kita putuskan untuk sarapan pagi dulu. 
Sebenarnya kita kangen bubur ayam (hiks) tapi berhubung disana nggak ada, jadi kita nikmati apa yang ada. Daan, OOOOH! INI SURGAKU~~
Ketika di depan mataku terhampar bermacam-macam keju dengan berbagai varian, oh my God!
Maafkan aku, dokter... Maafkan daku, Mak e'...
Sesungguhnya walaupun dibatasi makan keju, tapi sebagai Cheese Lover, yang ini tak bisa kucuekin kayak mantan baru lewat~
Cuma bisa makan yang ini. Our tongue needs something tasty
Selesai sarapan kita balik ke kamar.
Mandi dan siap-siap untuk Konferensi di ballroom utama.
Kalau di hotel tuh suhunya normal, gaes. Jadi nggak perlu pakai jaket, cukup baju yang biasa kita kenakan aja.

Pukul 10.00
Kita turun ke lantai -2 (menyebut ruangan di bawah tanah sebagai level -1, -2, dst)
Disana peserta sudah berkumpul, beberapa masih di luar untuk peminjaman translator.
Alat penerjemah ini free, tapi pasport atau ID (untuk orang Turki) harus diserahkan ke vendor sebagai jaminan.

Bisa pilih English, Arabic atau Turkce. Tinggal ganti channelnya.
Konferensi baru dimulai saat kita masuk. Aku duduk di samping seorang akhwat yang bernama Sultan. Dia mahasiswa asli Turki, tapi nggak bisa bicara dalam English atau Arabic, hanya Turkce.
Awalnya aku kesulitan komunikasi, tapi dengan bantuan Om Google Translate, kami pun masih bisa nyambung walau sekedar "Oh yes, Oh no~" :D

Saat Qori melantunkan tilawah Quran surah Maryam

Suasana Konferensi

The Speakers.

Di hari pertama ini konferensinya dihadiri oleh perempuan dan laki-laki karena pembahasannya memang umum banget. Para pembicara menyampaikan kondisi perempuan di Palestina saat ini.
Selain dari ceramah, panitia juga mengemasnya dalam video dokumenter dan animasi. Ini pantas diadopsi untuk sebuah konsep konferensi internasional menurutku.

Disini aku merasa bahasa Arab benar-benar bekerja. Hampir 90% komunikasi dilakukan dalam bahasa Arab. Terasa banget, kalau kita muslim sudah seharusnya kita kuasai Bahasa Arab. Kenapa? Karena semua negara-negara Islam, kalau bertemu selalu bicara dalam bahasa Arab.
Padahal sebelum berangkat, aku sempat khawatir sama bahasa Arabku yang 'takayyaf' alias 'entah gimana-gimana'. Wajarlah, kami biasa berbahasa Arab dengan orang Indonesia, jarang sekali dengan penutur asli. Tapi sampai di Turki, masya Allah kita bener-bener bisa ngobrol normal! 
Kepedean berbahasa Arabku langsung meningkat 100%! :D

Dan mereka takjub banget ketika ngeliat orang Indonesia bisa bahasa Arab.
Mungkin menurut mereka, Indonesia ini kan Asia, rasnya bukan Arab tapi lancar bahasa Arab, belajar darimana ya? Itu yang selalu mereka tanyakan.

"Kamu pernah tinggal di Saudi?"
"Kamu pernah sekolah di Mesir?"

Selalu itu yang mereka tanyakan. Kita pun selalu jawab kalau di Indonesia banyak pesantren atau sekolah agama yang mengajarkan bahasa Arab, bahkan menjadi bahasa wajib dalam masa pendidikan.

Oh, ya! The Arabians ini punya kebiasaan yang bagus banget menurutku.

Pertama, mereka suka mendoakan orang. Contohnya, kalau kita mengucap, "Terima Kasih" atas kebaikan orang lain, mereka mengucapkan "Jazakallah" atau "Barakallah" yang artinya semoga Allah membalas kebaikan atau memberkahi kita. 

Kedua, mereka selalu mengucapkan salam kepada siapapun muslim yang mereka lihat, kenal atau nggak kenal (beda sama kita di Indo yang cuma ucap salam sama orang yang kenal, hiks).
Di lift, di restaurant, di bus bahkan di kamar mandi sekalipun. 
Aku malu sendiri, Indonesia sebagai negara dengan umat muslim terbesar nggak terbiasa melakukan kewajiban itu, mengucap salam. Padahal salam termasuk Haqqul muslim 'ala-l-muslim 

Ketiga, nggak usah khawatir soal Nahwu Shorf (Grammarnya Arab) saat ngomong, insyaAllah mereka ngerti maksud kita. Karena bahasa Arab itu bukan tentang susunannya, tapi kontennya. Jadi nggak usah mikirin, "Eh nanti ini harakah di ujungnya apa ya?" Hedeeeeh, gak perlu dipikirin dah

Pas di konferensi ini juga aku ketemu sama salah satu pendiri FLP (Forum Lingkar Pena), komunitas menulisku. Shocking banget! Bunda Helvy aku udah ketemu bahkan sempat nge-LO-in di milad AQL, Bunda Asma Nadia juga pernah ketemu pas UBN buat acara Palestina, tapi sama Teh Maimoon Herawati belum pernah ketemu, karena beliau lama di luar negeri.
Eh sekalinya ketemu di konferensi ini, seneng-seneng malu aku tuh :D

Bersama Teh Maimoon Herawati
Pas break sesi pertama ini jugalah kami bertemu seluruh perwakilan Indonesia. Dihitung-hitung mungkin sekitar 20 orang (plus ikhwan). Kagetnya lagi aku ketemu Ustadzah Muthiah Yusuf yang sekitar seminggu sebelumnya baru aku MC-in di Kajian Akbar Majelis Annisa
Ya Allah~ Apa nggak kocak banget coba?
Kita baru ketemu pekan lalu dan sama-sama nggak nyangka bakal ketemu di Istanbul
Indonesian Maryam
Selain itu pas sesi makan siang dan makan malam jadi kesempatan yang bagus banget untuk kita kenalan dengan perwakilan negara lain. Kita juga menyempatkan diri berfoto dengan murabithah (perempuan penjaga Al Quds) yaitu Hanady Halwani dan Khadijah Khwaes. Perempuan-perempuan tangguh yang... ya Allah... gak ngerti menjelaskan mental mereka kayak apa strongnya. 
Bersama Hanady Halwani

Bersama Khadijah Khwaes
Seminar hari pertama ini diisi dengan begitu banyak pemaparan (insyaAllah ditulis dalam postingan lain) , diskusi publik dari berbagai lapisan tokoh. Bener kata Erdogan, tidak perlu menjadi muslim untuk peduli Palestina, cukup menjadi manusia. Karena tokoh-tokoh perempuan yang tergabung dalam We Are All Mary ini nggak semuanya berhijab, bahkan nggak semuanya muslim. Tapi salutnya sama Turki adalah pemerintah mereka turun tangan langsung untuk membela Palestina. Itu dibuktikan dengan hadirnya wakil dari Kementerian Keuangan mereka dalam konferensi ini. Salute!

Di penghujung acara juga ada lelang amal jariyah berupa wakaf tanah produktif. Jadi wakaf ini nantinya akan menghasilkan keuntungan yang mana keuntungan itu akan digunakan untuk program pembebasan Palestina. Selain itu juga ada lelang medali emas dan perak berlogo We Are All Mary yang seluruhnya juga akan disumbangkan untuk program pembebasan Al Quds.
Oh ya, jujur sih disini aku terasa banget kenapa umat Islam harus kaya.
Mereka wakafnya crazy-crazyan alias gila-gilaan!

Medali yang akan dilelang digantung di maket itu (maket Al Aqsa)

Bayangkan per meter tanah dihargai 1500 US Dollar atau setara dengan 21.200.000 rupiah. Itu 1 meter. Dan tau berapa target panitia? 500 meter! Atau setara dengan hampir 11 Milyar!
Bahkan tembus sampai 550 meter, melewati tawaran dari panitia.
MasyaAllah...
Ini umat Islam sebenarnya kaya...
Tapi pas bagian Indonesia, aduh gimana gitu rasanya. Ketika negara lain bisa wakaf sampai 20 meter, 30 meter, yaaa kita belum berani menyentuh angka segitu karena yaaa udah nggak perlu dijelaskan lah ya mata uang kita jlok-an nya kayak apa *nangisss

Tapi Alhamdulillah, walaupun di tengah kesempitan, Indonesia masih bisa berkontribusi kok
Kalau jumlahnya berapa, hmm maaf nih harus dilindungi karena khawatir jadi riya' (buat yang wakaf, bukan buat kita wkwkwk)

Kabarnya di hari kedua khusus perempuan aja loh! Laki-laki dilarang masuk.
Loh, emang ada apa ya?


Tesekkur.
(thank you)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita