Turkey Day 3 : Konferensi We Are All Mary Part. II

Sabtu, 20 April 2019

Di hari kedua konferensi ini kita nggak niat lagi lari pagi. Bukan karena trauma, tapi memang kita nggak siap dengan udara dinginnya. Padahal saat itu udah penghujung winter bahkan harusnya udah menuju summer. 
Efek dari kenekatan kita di hari sebelumnya adalah kita terkena mimisan dalam.
Jadi di tengah-tengah konferensi hari pertama kemarin, kok kita ngerasa pangkal hidung kita tegang banget dan itu sakit. Pengen ngupil tapi malu... Akhirnya pas sesi break kita balik ke kamar hotel untuk ngebersihin itu dan memang isinya udah darah semua :'(

Baca part sebelumnya Turkey Day 2 : Konferensi We Are All Mary Part. I 

Tips #1 : Kalau nggak terbiasa sama cuaca dingin, jangan lupa pakai masker untuk nutupin hidung dan mulut. Hidung itu kan lalu lintasnya udara untuk nafas, jadi kalau lalu lintasnya dingin banget, efeknya bisa mimisan.

Tim "Tetap Hits Saat Nunggu Lift"

Jadi setelah Subuhan, kita lebih milih di dalam kamar sambil nyiapin pakaian untuk konferensi. Namanya juga cewek yaa, apalagi kalau bukan urusan setrika-menyetrika. Kita memang bawa setrika sendiri, tapi syukurnya di hotel udah tersedia seperangkat setrika sak mejanya lengkap.
Sambil (masih mencoba) nonton program TV Turki. Mungkin yang agak bisa ngerti adalah nonton kartun Mr. Bean (kan memang Mr. Bean nggak ngomong, ucuul~) atau nonton program masak-masak. Ya pokoknya jangan yang banyak dialog lah. Sempat juga nonton kayak Dr. OZ nya Turki, tapi tetep aja nggak ngerti hahaha~ 
Eh tapi disini aku sadar sesuatu, orang Turki tuh mengucap Masya Allah dan Insya Allah udah kayak bahasa ngobrol sehari-hari. Jadi jangan heran kalaupun gayanya nggak Islami banget (ukuran Indonesia yah) tapi lisannya lancar mengulang-ngulang kalimat thayyibah.

Sekitar jam 9 kita naik ke restaurant untuk sarapan.
Hari ini kita nyobain sarapan baru yaitu omelet. Bedanya nih kalau di Indonesia biasanya diisi sayuran, kalau di Turki diisi daging, daging dan daging. Yes, mungkin harga daging murah kali yak, nggak kayak di Indo sampai jadi kasus :D

Cuma ngambil yang bisa diterima lidah. Kejunya tetap!

Selesai Sarapan kita turun ke lantai -2 lagi. Tapi sampai disana kita bingung karena ruang konferensi hari pertama udah berubah total jadi dekorasi wedding si Elif. (yang nikah namanya emang Elif -_-). Haah? 
Ternyata konferensinya dipindah ke ballroom lobby dan ruangan itu sudah ditutup penuh sehingga kelihatan gelap dari luar. Hari kedua memang dikhususkan untuk perempuan, sedangkan peserta laki-laki diajak oleh panitia laki-laki juga untuk kegiatan outdoor.

Kami pun duduk berdasarkan negara asal masing-masing. Indonesia salah satu yang paling banyak pesertanya sehingga awalnya kami terbagi dua meja, tapi di tengah-tengah kami diminta bergabung menjadi satu grup saja. 

Indonesia.

Konferensi hari kedua ini lebih berat dibanding hari pertama, karena semacam sidang komisi untuk menentukan program setahun ke depan demi memperjuangkan perempuan Palestina.
Pemantik diskusi mulanya melemparkan pertanyaan-pertanyaan seperti,
"Kenapa Al Quds yang dijajah? Kenapa bukan negara lain?"
"Apa yang menjadi tujuan penjajah Zionis?"
"Bagaimana kita menghadapi mereka?"
Sampai akhirnya berpuncak pada beberapa fokus gerakan untuk perjuangan perempuan Palestina yang meliputi Pendidikan, Pengembangan Perempuan, Psikologi, Kesehatan, Publikasi (Medsos)
Tim Indonesia pun berdiskusi dan memutuskan untuk memilih fokus Women Development yang secara konkrit diwujudkan dalam program micro-finance untuk perempuan Palestina.
Sebelum break Zuhur dan makan siang (pukul 12.00 - 15.00) kita pun mencukupkan sampai keputusan ini.

Pemantik diskusi

Kebetulan aku emang bawa buku 1135 Gerakan Pembebasan Palestina karya Raghib As-Sirjani. Buku ini semacam kitab wajib kami waktu pelatihan Daurah Spirit of Aqsa.

Buku Palestina Kewajiban yang Terlupakan, Raghib As-Sirjani
Selain pakai rujukan buku ini, aku memutuskan bertanya lebih detail tentang micro-finance ke salah satu temanku yang paham persoalan ini, Mas Dimas. Lewat sambungan WA Call akupun mendapatkan secara rinci penjelasan tentang micro-finance dan penerapannya dalam kasus yang kami bahas. *thank you, Mas
Salah satu ide yang diajukan sebelum break tadi adalah gimana caranya perempuan Palestina itu bisa berkarya sendiri seperti pembuatan aksesori, sajadah atau jilbab dan barangnya akan dipasarkan ke Indonesia. Memang ada beberapa hal yang ketika aku pahami dari sudut pandang Komunikasi Pembangunan, konsep itu kurang cocok. Tapi setelah diskusi dan kemudian melihat bahwa gerakan ini akan menjadi putusan bersama, maka menghormati hasil musyawarah adalah yang terbaik.
Toh dalam praktiknya nanti ada banyak ragam aksi nyata untuk membantu perempuan Palestina.

With Yelda from Turki

Setelah break Zuhur, kitapun makan siang dan melanjutkan sidang komisi.
Di sesi ini kami mendengarkan usulan program dari masing-masing negara dan bagaimana mereka menerapkannya di negara masing-masing.
Oh ya, program kerja ini terukur loh!
Kami juga mengerjakan KPI (Key Performance Indicator) untuk setiap program yang diusulkan.
Sesi ini ditutup dengan pelantikan pengurus periode pertama.

Turkiye.


Setelah sesi berakhir, kami diberitahu akan ada Closing Ceremony nanti malam, mereka menyebutnya Soiree. Karena kebiasaan dan kultur kita dimana dalam event internasional gini biasanya ditutup dengan penampilan antar budaya, kamipun (dengan polosnya) mempersiapkan penampilan.
Jadi selepas penutupan sesi, kami menuju ke musholla non permanen yang ada di samping ruang konferensi. Kitapun diskusi untuk menentukan penampilan kita.
Deal! Kita pilih untuk menampilkan puisi tentang Al-Quds dalam 4 bahasa : Arab, Inggris, Indonesia, Turki. Untuk bahasa Turki kita andalkan Google Translate dan sedikit proses verifikasi dengan teman Salma (yang membacakan puisi bahasa Turki) yang lebih paham tatanan bahasa Turki.
Selain puisi 4 bahasa itu, performance ditutup dengan lagu heroik Untuk Palestina - Shoutul Harokah



Berhubung acara bakal berlangsung jam 20.30 malam, kami pun latihan sampai sekitar jam setengah 8. 
Disini untuk pertama kalinya aku kaget, karena jam setengah 8 ternyata masih terang dan belum masuk waktu Maghrib.
Loh, emangnya hari pertama nggak tau, Put?
Enggak. Karena hari pertama kita full dalam ruangan jadi nggak liat kondisi luar sama sekali. Selain itu di hari pertama kita sholatnya masih jamak ta'khir, jadi kita sama sekali nggak sadar.

So, kalau dulu waktu sekolah kita belajar Bahasa Inggris "Good Evening" tapi kita bingung kapan ini digunakan? Untuk Sore kah? atau Malam?
Disinilah aku baru paham kenapa disebut evening. Ya, karena waktu sorenya mereka nggak sesingkat kita di Indonesia. Sorenya mereka masih berlangsung sampai sekitar setengah 9 malam.
Dan otomatis Maghrib pun baru tiba di jam 8 malam.
Itu kalau musim dingin, kabarnya kalau musim panas akan lebih lama lagi hehe~
(Alhamdulillah kita tinggal di Indonesia, perubahan waktu sholatnya nggak signifikan banget)

Setelah mencukupkan latihan, kami pindah ke ruangan sebelahnya untuk makan malam.
Ada yang aneh kurasa. Perasaan pesta nikahan itu ada di lantai bawah, tapi kok banyak yang pakai baju pesta makan di tempat kami?
Ini dia yang salah masuk ruang makan atau kami yang salah masuk?
Aku tetap bingung karena semakin sore makin banyak perempuan tidak berhijab (bahkan amat jauh dari busana Islam) berada di dalam ruang makan.

Tapi aku nggak terlalu ambil pusing, karena saat makan malam kami sempat bertemu dengan dua orang perwakilan Maroko dan kita ngobrol banyak tentang negara kita masing-masing.
Yang satu merupakan direktur di sekolah Tahfizh di Maroko, dan yang satu lagi sudah cukup berumur (bisa dibilang nenek-nenek) tapi dia aktif dalam program kemanusiaan.
Mereka cerita banyak tentang Maroko (mereka sebut negaranya Al Maghrib, Maroko itu nama internasionalnya) salah satunya sekolah tahfizh itu subur banget disana. Bisa dibilang anak-anak disana harus hapal Quran dulu sebelum belajar yang lain *salute!!

Tengah. Direktur sekolah Tahfizh di Maroko
Kita juga ditanya, "Udah nikah belum?", malu-malu kita jawab belum. Dan kayak yang udah aku bilang sebelumnya, mereka pun langsung mendoakan kami agar dijodohkan dengan lelaki sholih yang baik. *baik banget, hiks
Malah mereka nanya, minat nggak sama lelaki Maroko? 
Ya Allah, jangan sampe gue jawab IYA nih wkwkwkw!
Terus mereka cerita punya saudara yang nikah sama orang Malaysia, atau Thailand, pokoknya serumpun Asia. Hiya~ hiya~ Jangan ditawarin atuh, Bu... :D



Selesai makan kita balik sebentar ke kamar, bersih-bersih untuk persiapan Soiree. Btw, di Soiree ini setiap perwakilan negara harus pakai baju daerah. Berhubung Indonesia Raya ini banyak banget baju daerahnya, kita pun sepakat pakai batik aja biar nasional. 

Aku sebenarnya udah bawa alat video lengkap, mulai dari DSLR sampai iPhone. Tapi setibanya di depan ruangan, HP dan kamera harus dititip. Udah disediakan tas-tas kecil berhias manik-manik bertuliskan angka, disitulah gadget kita disimpan.
Awalnya aku heran kenapa sih harus dititip? Aku kan cuma butuh dokumentasi untuk tanggung jawab ke lembaga, nggak dishare juga kok.
Disinilah pertanyaan itu terjawab...
Sesaat setelah melangkahkan kaki ke dalam ruangan, mataku menangkap sesuatu dan...

MEREKA BUKA HIJAB!

Aku ternganga sepersekian detik. Merasa salah ruangan tapi kok kayaknya nggak mungkin.
Waktu aku ngeliat Gogo dia juga sama bengongnya, kami menuju kursi sambil melotot ke kanan kiri.

So what is Soiree?
Soiree itu memang pesta, party, men! Berasal dari bahasa Prancis Soir yang secara makna berarti pesta malam. Fuuw~
Jadi dalam budaya Arab, kalau pesta khusus perempuan gini mereka buka hijab. Tapi ruangan memang sudah steril dari laki-laki bahkan tertutup rapat sampai dinding kacanya pun ditutup karpet.

Sebagai makhluk Indonesia Raya yang kalaupun cewek-cewek ngumpul di acara informal (apalagi formal) nggak pernah buka hijab, momentum kayak gini beneran bikin kaget.
Si Gogo iseng pula nawarin aku buka hijab. Wealaaah~ Bukan apa-apa, begitu kita buka hijab malah keliatan kayak pasien tipes di antara mereka wkwkwkw!

Nggak semua sih buka hijab, sebahagian Arabian dan European aja. Indonesia sama Malaysia udah pasti nggak buka, bukan budayanya sih.
Yang lebih mengagetkan kami adalah, nenek dari Maroko yang ngobrol pas makan malam tadi tiba-tiba masuk dengan gaun suede warna tosca berhias batuan yang keliatan kayak bajunya Anna Frozen, jilbabnya diikat pendek modis dan pakai high heels.

Paling Kiri. Sorenya masih ngobrol dengan Jiddah ini, malamnya berubah jadi princess~

WHAT?!
Kita makin terasa 'nggembel' karena batik yang kita kenakan di acara itu udah dipakai seharian. Kami bener-bener mikir kalau baju nasional itu harus dipakai sepanjang acara makanya kita pakai batik terus dari hari pertama. Hadeeh~

Sebelum acara dimulai, kami mendapatkan banyak sekali souvenir seperti tanah dari Palestina, kopi Turki, mainan magnet bertuliskan kaligrafi Arab yang wangi banget, souvenir dari UKEAD, lokum (turkish delight) yang ada bunganya *bunga bisa dimakan booo, dan banyak lagi. Semua itu diantarkan oleh gadis-gadis yang kutemui di ruang makan tadi sore, yang aku sangka tamu pesta salah masuk ruang makan :D
Yepp, they are totally not in hijab bahkan amat sangat bergaya Eropa. Fuuw~

Gift.

Soiree pun berlangsung dengan dipandu dua MC akhwat, presenter Turki yang fasih bahasa Arab, Esraa Sheikh dan satu lagi gadis asal Palestina yang hijrah ke Turki.
Mulanya dibuka dengan sambutan-sambutan formal salah satunya dari Aisyah Gulf, ketua UKEAD yang bercerita kenapa dia akhirnya berjuang untuk Palestina.

Dulunya dia adalah orang yang amat sangat tidak perduli dengan urusan seperti ini, dia suka belanja, bergaya, yaa bisa dibilang hedonis. Tapi suatu hari dia merasa hidupnya kosong, dan entah kenapa dia memutuskan untuk jalan-jalan ke Palestina. Disanalah pandangannya terbuka. Dan 4 hari setelah kepulangannya dari Palestina, dia langsung berhijab dan mengalihkan perhatiannya kepada Palestina. MasyaAllah...

Setelah itu ada penampilan dari anak-anak Palestina yang membawakan Dabkah (دبكة). Mungkin kalau kita menyebutnya tarian, tapi mereka tidak mau menyebut itu tarian. Setidaknya itu penjelasan dari Syekh Mahmoud waktu kami sudah berada di Indonesia. 



Mereka mengajak perwakilan seluruh negara untuk turun ke panggung dansa yang udah disiapkan. Well, karena kami ditarik akhirnya kita ngikutin aja. Lumayan capek boo Dabkah ini karena gerakannya dominan lompat-lompat dan lari-lari kecil. 
Di tengah-tengah itu ada teriakan-teriakan kecil yang mirip sama yang ada di Tari Saman.
Bagian ini aku sama Gogo paling semangat, soalnya kita bisa. Hahaha~
Lagi-lagi, itu ternyata bukan teriakan biasa, itu namanya Zagruta (زغروتة), seperti teriakan penanda kabar bahagia semisal mengabarkan kelahiran anak, atau menyambut pasukan perang yang pulang dengan kemenangan.


Dan bagian paling kocak adalah ketika Dabkah kedua diputar. Kali ini banyak gerakan tepuk-tepuk tangannya sambil tetap lari-lari kecil berangkulan. Ini cukup panjang, aku sama Gogo mulai capek. Tiba-tiba keluarlah ide koplak kita untuk tampil beda. Ketika yang lain masih tetap Dabkah dengan gerakan yang itu-itu, kami masuk dengan tarian tradisional Indonesia. Aku pernah latihan Tari Karo, tau kan bagian naik-turunnya bisa bikin betis mau pecah. Sementara orang Eropa (ya bule pada umumnya) nggak bisa jongkok. Jadi ketika aku praktekkan tari Karo yang bagian jongkok perlahan-lahan itu mereka tepuk-tepuk tangan sambil nanya "Is this Indonesia dance?" kita pun jawab, "Yes!"
Wajah mereka terlihat kaget sambil bilang "Ahsanti!" (kamu bagus banget)
Ya Allah kagak tau dia kalau di Indonesia skill kayak kita mah cuma debu-debu jalanan aja :D
Si Gogo malah lanjut tari kecak Bali, terus kita kumat bareng Tari Saman. Eh, tim Malaysia malah request "Goyang Syantik, dong!" yang merujuk kepada goyangan dengan dua jari tangan digerakkan maju mundur itu. Kita sejujurnya merasa nggak enak karena di belakang kita banyak Ustadzah-Ustadzah, tapi kita minta izin dan syukurnya Ustadzahnya juga ngerti bahwa itu bagian dari mengenalkan budaya dan nggak ada masalah lah karena toh semua penontonnya perempuan.


Setelah Dabkah yang panjang itu, ada fashion show sambil lelang baju juga dari desainer pakaian asal Palestina yang berkarir di Turki, namanya Eqbal (ini perempuan ya).
Kali ini yang dipamerkan adalah koleksi kaftannya yang berwarna-warni dengan taburan batuan mahal semacam Swarovski sampai Diamond.
Kita cuma bisa berdendang Sabyan saat dengar harganya. Hmmm hmmmm hmmmm~

Sebenarnya kita udah sadar bahwa nggak akan ada slot untuk menampilkan apa yang dilatihkan tadi sore. Sebahagian memilih pulang karena udah tau kalau acara begini bakal berlangsung sampai lewat tengah malam. Kita pun awalnya mau pulang karena jujur udah capek, ngantuk juga dan ternyata nggak ada slot penampilan. Padahal dari sore kita terus koordinasi sama panitia soal performance ini tapi memang nggak ada kepastian urutan penampilan.
Saat kita udah memutuskan mau pulang, Bunda Witra mengingatkan kalau masih ada amanah yang harus kita lakukan, yaitu bertemu NGO (LSM). Oh, ok! Nggak mungkin bicara serius di suasana pesta kayak gini. Jadi kita menunggu acara selesai dan akhirnya ikut Soiree sampai selesai.

Di akhir kita juga sempat lihat Hanady Halwani dan Khadijah Khwaes menunjukkan kebolehan mereka membalik Nasi Maqlubah. Oh ya, dinamai Nasi Maqlubah itu artinya nasi yang dibalik, karena memang saat mau dimakan harus dibalik dan ditumpahkan dulu.

The Maqlubah Experts

Rasa nasi maqlubah itu kayak apa ya? Aku ngerasa kayak kari gitu bumbunya. Kita nggak ngambil banyak sih, cuma icip icip sedikit.

Terus setelah acara selesai, kita pun akhirnya bisa ngobrol dengan beberapa NGO bahkan membuka hubungan sekiranya bisa bekerjasama. Ketika kita sebut "Dari Spirit of Aqsa, Ustadz Bachtiar Nasir" dan mereka otomatis kenal. Bahkan ada yang bilang, "Ustadz kalian itu kalau bicara semua berdiri mendengarkan dia"
Iya, iya, iya...

Kita juga sempat ngobrol dengan Esraa dan Ansam yang didaulat jadi MC tadi. Karena acara udah selesai, HP dan kamera udah bisa diambil, kita pun sempatin berfoto.
With Esraa
Selain sama Esraa, kita juga foto sama Ansam. Aku tertarik sama baju yang dia pakai, persis kayak penampilan anak-anak Dabkah tadi. Ternyata dia bilang itu baju tradisional Palestina, asli begitu.
With Ansam
Sesudah urusan foto-foto dan ketemu NGO, kita pun kembali ke kamar untuk beres-beres karena besok sudah waktunya check out dan itu artinya kita harus mencari penginapan lain.

Konferensi selesai, berarti waktunya EXPLORE TURKEY!!
*woy kerjaan, jangan lupa
Iya, iya. Kita memperpanjang waktu di Turki salah satunya adalah diamanahi ketemu dengan Hayrat Foundation yang lagi kerjasama untuk pengiriman kader ulama ke Turki.

So, lanjut di part setelah ini ya

Güle güle~
(Bye bye)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita