The Girls : Kita yang Saling Ditakdirkan

"1640 percakapan lainnya"
Begitu yang tertulis di group chat mukabuku kita. Belum setahun kita berinteraksi dalam grup itu tetapi sudah ribuan hal yang kita bicarakan.
Baru di dunia maya, belum dihitung pula di dunia nyata.

Kita berangkat dari stasiun-stasiun yang berbeda.
Aku bertemu dengan Onee saat ia di masa transisi, berjuang menyembuhkan diri dan hatinya. Saat itu aku belum dekat tapi di kepalaku berkumpul banyak pertanyaan soal dirinya. Kutanyakan sesuatu, tentang lukanya itu. Pertama kalinya kami bercerita, pertama kalinya ia langsung meneteskan airmata di hadapanku, aku yang saat itu belum dekat dengannya.

Aku bertemu seorang Pututupi dalam perekrutan anggota PIJAR angkatan pertama. Seorang yang dulu sangat berbeda. Masih pakai celana jeans dengan kemeja pendek dan jilbab yang simpel. Beberapa kali bertemu namun kita irit berinteraksi. Mungkin karena ia tak banyak bicara sedang aku tak tahu bisa membicarakan apa dengannya. Sampai satu hari kita membicarakan soal mentoring. Tak berapa lama kemudian ia berubah penampilan. Perlahan tapi pasti sampai menjadi Pututupi yang sekarang.


Aku bertemu Helen pada suatu sore setelah pengajian di mushola. Dia menawarkan es krim yang dikonsumsi saat kajian tadi. Kami menikmati es krim bersama, lalu mulai bercerita. Pertama kali berjumpa kita bertemu di sisi yang sama, kegokilan. Omongan-omongan gaya cablak dengan khas 'menembak'. Akhirnya aku bisa berinteraksi dengan sosok yang senantiasa tampak mencolok dengan tinggi badannya ini, sosok yang wara-wiri di mushola dengan celana panjang dan jilbab lebarnya.

Aku bertemu Karina di suatu pagi saat penyambutan mahasiswa baru. Dia bersama Sofi, temanku juga yang kukenal di bimbel sebelum memasuki universitas. Sinis. Kesan pertama yang kutangkap. Matanya senantiasa sinis menatap orang ditambah lagi bicaranya sedikit dan gayanya terkesan tidak tertarik terhadapku. Perlahan-lahan aku melihat yang berbeda ketika dia mulai berbagi bekalnya, ketika dia merasa sangat bersalah karena menunjukkan angkot yang salah, ketika dia tidak mau menerima balasan kebaikannya. Kesan pertama yang luruh seketika.

Kita yang saling ditakdirkan.
Dalam perjalanannya kita sadar mengapa harus dipertemukan. Sungguh, Tuhan telah memberikan banyak sekali pelajaran dari hubungan ini.
Sadar atau tidak, kita seringkali berada pada fase yang sama. Termasuk saat ini.
Tulisan Pututupi tentang Kalian Terlalu Jauh sama persis dengan apa yang kurasakan, hanya sedikit berbeda cara kita mengungkapkan. Begitupun Onee, kini ia mengerti kenapa harus bertemu kita semua. Dan Karina, airmtanya hampir jatuh ketika menyadari bahwa di sekelilingnya ada orang-orang yang tepat yang dikirimkan Allah.

Duhai...
Tak tahu harus mengungkapkannya dengan cara apa. Mungkin sebait kata dalam tulisan Pututupi ini mewakilkannya :)

Kalian bukan lagi sekedar pengajar. Tapi orang-orang yang ku lihat selalu ada di sisi untuk melangkah beriring. Penopang saat yang lain pincang. Menunggu saat yang lain berhenti.

Kita adalah guru, kita adalah murid. Kita belajar dari yang lain dan di saat yang sama ternyata diri kita sedang mengajarkan orang lain. Kita masih bisa perduli menyelesaikan masalah teman kita tepat saat kita pun sedang memiliki masalah. Tak jarang kita menangis bergiliran, kupikir itulah proses kita saling mengajarkan.

Kalian hebat.
Disini kita begitu jujur, sangat jujur terhadap diri kita dan orang lain. Setiap manusia punya borok dan sebagai teman kalian menyembuhkan luka borok itu, bukan sekedar menutupinya. Aku datang kepada kalian dengan banyak masalah yang tak kusadari adanya. Ketika waktu berjalan satu persatu masalah itu terselesaikan. Dan tidak ada yang bisa kukatakan selain...

Kita saling ditakdirkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita