Yiyink and Gigink

Gigink Yiyink wisudaan
Begitu kami saling memanggil.
Aku memanggilnya Yiyink dan dia memanggilku Gigink. Kalau mau ringkas, kami tinggal menyebut "Ink..." saja. Terdengar cukup aneh memang, tapi itulah kami.

Ini tentang temanku, Nida.
Hello Ink, how are you? :)
(*atas request-nya aku menambahkan beberapa cerita yang masih dia ingat*)

***

Because of Art

Kami dipertemukan saat duduk di kelas 1 Tsanawiyah, aku dan dia sama-sama duduk di kelas 1C. Anak-anak di kelas unggulan ini rata-rata hampir sama. Perfeksionis, rajin belajar, pengen nilai tinggi dan sangat kompetitif. So bored. Sampai akhirnya aku ketemu Nida yang suka menggambar saat kami ditugaskan membuat mading kelas. Aku akui, dia lebih jago. Makanya sampai kami tamat, dia tetap menjadi Ketua Dekorator sedangkan aku wakilnya, hehehe...

Sempat terpisah waktu kelas 3 SMP. Karena rada bandel dan gak serius belajar, aku sempat turun ke kelas 3E sementara Nida tetap di 3C. Tapi justru ini membawa hikmah. Dengan berpisahnya kami, kemampuan seni kami masing-masing justru meningkat. Dulu waktu masih bareng, ide hanya satu tapi dieksekusi berdua. Setelah pisah, aku dan Nida justru bisa mengoptimalkan ide dan kemampuan seni masing-masing dalam menghias kelas. Project perdanaku seorang diri waktu itu mendekorasi kelas dengan tema "The Pirates". Mulai dari desain, pemilihan bahan, membuat hiasan aku kerjakan dengan ide sendiri. Hanya waktu menghiasnya saja dibantu oleh teman-teman. Alhasil kelas 3E mendapat "The Best Clasroom" di tahun itu dan membuatku bisa mengejar kemampuan Nida. See? Selalu ada hikmah dalam setiap kejadian. Alhamdulillah...

Salah satu kerjaan Dekorator : Membuat Pamflet
Kiri : Putri's | Kanan : Nida's
Kami sering bekerjasama dalam banyak hal. Terutama saat sudah duduk di bangku Aliyah dan mengurus banyak acara-acara pesantren. Kami selalu duduk di seksi yang sama (dan gak pernah ganti) yaitu Dekorator. Jadi dekorator itu GGS, Gampang-Gampang Susah hahaha...
Pernah kami ngambek enggak mau ngerjain kebutuhan dekorasi hanya karena dibilang bahwa anak-anak dekorator itu enak banget, kerjaannya enak-enak, ga susah. Hedeuuh, yang ngomong nggak tau kalau selesai acara kami bisa terkapar seharian!

Karena dipertemukan di seni, topik pembicaraan kami juga gak jauh-jauh dari situ.
Kami sama-sama berminat di bidang Kaligrafi hanya beda aliran. Nida fokus ke cabang Kontemporer dan Kolase, sedangkan aku sempat mencoba Khot Naskah tapi akhirnya fokus di Mushaf. Kalau bakal ada kompetisi, aku dan Nida bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mendesain kaligrafi kami. Kadang kita bertukar ide, saling memberi saran, walaupun ujung-ujungnya make punya masing-masing juga. Hahahaha...

One of  her drawing
Selain kaligrafi, kami juga suka ngomik.
Kalau jam istirahat, kami lebih suka berdiam di kelas dan menggambar sebanyak-banyaknya. Kadang kita battle untuk menggambar objek yang sama dengan konsep yang berbeda. Teman-teman kami dapat membedakan karakter gambar kami. Entah apa bedanya, tapi mereka tahu mana yang punya Nida dan mana punyaku.

One of my drawing
Begitupun dengan menulis.
Aku dan Nida lagi-lagi bergabung di ekskul yang sama. Kepenulisan. Nida di MATLA (majalah bulanan pesantren) sedangkan aku di Raudhah Pos (mading mingguan pesantren). Kami juga sama-sama meraih Best Ten Pelatihan Jurnalistik Tingkat Dasar di pesantren. Kami pernah sama-sama ikut lomba cerpen baik lokal maupun nasional, pernah sama-sama ikut lomba karya tulis juga pernah sama-sama menulis naskah drama untuk Drama Competition di pesantren. Dia menang untuk naskah skenario terbaik dan tim-ku menang juara 2 drama terbaik.

Kami selalu bersaing dalam setiap kebisaan yang kami punya. Tapi siapapun yang menang atau kalah, kami menjadikannya motivasi untuk berjuang lebih keras.

"Kami Bukan Sahabat..."

Aku dan Nida sepakat bahwa kami bukan sahabat.
Aneh?
Hahaha, justru karena kami punya konsep yang sama soal sahabat. Sahabat itu adalah tingkat tertinggi dari pertemanan. Dimana kita saling meletakkan kepercayaan. Selain itu sahabat juga seseorang yang mengerti keadaan sahabatnya tanpa harus menjelaskan apa-apa. Ibaratnya kalau sahabatnya lapar, dia tidak perlu bertanya tetapi langsung ajak makan. Begitulah kira-kira.
Kami sepakat bahwa kami belum bisa memenuhi kriteria sahabat itu. Itulah yang membuat kami sepakat bahwa kami bukan sahabat.

Nida itu cukup tertutup dan cenderung tidak ekspresif. Jadi aku harus menebak-nebak isi pikirannya. Aku juga tidak memaksa kalau dia tidak ingin curhat kepadaku dan memilih orang lain. Well, itu hanya soal kenyamanan saja. Makanya ada beberapa hal yang justru kuketahui dari orang lain. Bagiku tidak masalah, yang penting kapanpun dia mau cerita aku siap mendengarkan.

Saingan Berat yang Merasa Tidak Bersaing

Teman-teman kami suka bingung, harusnya secara logika kami itu bersaing. Aku dan Nida punya kebisaan yang sama. Seni, kaligrafi, menulis, dekorasi. Itu yang paling tampak. Apapun lombanya kalau bukan dia yang menang, aku yang menang. Jadi di mata teman-teman kami terlihat sangat bersaing. Tapi kami tidak pernah merasa sedang bersaing, kayak yang udah aku bilang, itu cuma sekedar motivasi bagi masing-masing kami untuk lebih maju.

Bukan cuma prestasi, kami pernah dianggap bersaing soal cinta (Hahaha, sory Da...)
Ceritanya, ada seorang cowok yang pernah suka sama Nida, tapi oleh abangnya cowok ini dapat ultimatum untuk gak deketin Nida. Akhirnya mereka gak jadi. Nida menceritakan ini kepadaku, kejadiannya waktu duduk di kelas 3 SMP. Aku menangkap bahwa Nida nggak ada rasa terhadap cowok itu soalnya dia nggak mengadakan perlawanan sama sekali. Cuma aku nggak tahu orangnya yang mana, Pas kelas 1 SMA kami mulai diberi tanggungjawab menjadi panitia acara-acara pesantren. Disitu aku kenal dengan seorang cowok yang kocak, lucu yaaa pokoknya menarik (saat itu) dan setelahnya baru aku tahu kalau itu cowok yang pernah dia ceritakan. Aku memastikan ke Nida apa aku boleh suka ke dia? Muka ni anak mengatakan kalau oke-oke saja. Jadilah aku suka ke cowok itu dan nyurhatin segala sesuatu tentang cowok itu ke dia.
Pada suatu hari Nida ikut kompetisi yang mempertemukan dia kembali dengan cowok itu, kabarnya mereka CLBK. Kembalinya dari kompetisi itu Nida memang gak ngakuin masalah CLBK itu tapi dia menceritakan dengan gamblang apa yang terjadi selama disana, di hadapan teman-teman, disampingnya ada aku.
Aku sedih? Ya iyalah... Jangankan aku, temen-temen aja pada bilang kalau kami ini harusnya sudah bertengkar, punya hak untuk saling marah dan kecewa. Kenyataannya? Hahaha, walaupun Nida curhat di depan aku dan aku nangis balik di depan dia, kami tetap duduk sebangku, makan ke dapur bersama, jajan di kantin bersama, ngerjain tugas-tugas ekskul bersama dan sama sekali tidak pernah bertengkar soal itu. Justru setelahnya yang terjadi adalah sebaliknya. Pernah suatu kali Nida ingin memberikan kado ultah ke cowok itu tapi tempat janjiannya di Area Putra yang membuat kami bisa dicurigai kalau pergi kesana. Nida nggak berani, karena resikonya kalau tertangkap bisa-bisa kena Kontes alias dipermalukan di depan umum. Daripada greget, akhirnya aku nekat mengantarkan kado itu ke tempat yang dimaksud sementara Nida menunggu di tempat yang aman. Untungnya nggak ketahuan!
Ya, kami lebih memilih pertemanan ini daripada cinta. Aneh? Ya iyalah, bukan kami namanya kalau nggak aneh...

100 % Unmatch!

Ceritanya mau pamer gelang
kompakan gituh!
Kalau di dalam kita seasyik itu, sebenarnya di luar justru kami kelihatan tidak ada cocok-cocoknya. Nida punya postur yang lebih tinggi dariku, kulitnya putih, usianya lebih tua 2 tahun dariku, pembawaannya feminim, rapi dan dewasa. Tidak banyak bicara, kelihatan misterius, tenang, cool dan tekun. Dibanding aku, Nida justru belajar lebih banyak saat ujian menjelang.

Sementara kawannya ini, berkulit gelap dengan pembawaan yang petakilan, jarang rapi dan suka meledak-meledak. Ribut, tidak cool sama sekali juga jarang serius. Termasuk saat ujian, temannya ini justru sering mengganggu Nida dengan meminjam catatannya atau melihat ringkasannya. Tapi anehnya setiap kali nilai ujian keluar, nilaiku masih lebih tinggi darinya (hehehe, maafkanlah daku~)
Soalnya belajar terlalu lama ngebuat aku ngantuk, jadi ya mending tidur sekalian! :D

Itu luarnya aja sih, kalau udah duduk bareng dan mulai ngobrol... Beuh! dia sama aja ngocolnya!
Hobi kami sama, berimajinasi. Anehnya walaupun nghayalnya beda-beda tapi nantinya nyambung jadi satu cerita juga! Hahaha... Kalau kami punya ide cemerlang, kami selalu menyebut diri sebagai "Superior Team". Istilah ini didapat Nida setelah kami menjalani tes IQ. Aku dan dia berada di taraf yang sama "Superior". Jadi apapun hasil pikiran kami, namanya superior idea! Hiehehe~

Kami juga nggak cocok soal lawan jenis, tolak ukur kami berbeda. Nida bilang dia cenderung cepat suka pada lelaki yang cerdas, gak perduli tampangnya gimana. Yang aneh dari Nida, dia memperhatikan lelaki dari tengkuknya. Dia suka yang tengkuknya putih... (???)

Begini nih kalo udah ketemu balon -_-
Apa gak horor buatku, coba???
Yang juga nggak cocok dari kami adalah...
Nida paling nggak tahan kalau ada balon nganggur, pasti langsung ditiupnya. Udah gitu dibawa-bawa kemana-mana. Dia paling hepi kalo liat balon banyak. Ini yang gak cocok! Aku justru nggak suka dekat-dekat sama balon! :D Jangankan balon yang banyak, balon sebiji aja aku ogah deket-deket. Jadi kalo Nida udah kumat sama balon-balonnya itu, aku milih menjauh sampe dia mau ngelepasin balonnya...

Dia juga suka kucing! Sukanya parah! Sampe dibawa tidur bareng sama dia... Hadeh~ *pucing pala belbi*

Our Evil Side

Namanya juga anak remaja, sekalipun tinggal di pesantren kami tetep punya sisi-sisi bandel. Yang paling sering kami lakukan adalah :

1. Bawa komik ke kelas
Komik sebenarnya barang haram di pesantren. Kalau sampai ketahuan punya, itu komik bisa dibakar dan pemiliknya kena hukuman. Sementara aku dan Nida butuh komik untuk dijadikan referensi gambar. Syukurnya komik-komik kami ga pernah ketangkep, soalnya dibawa tiap hari ke kelas! Nyimpennya di laci meja!

2. Males nyatet pelajaran
Waktu SMA kami masuk jurusan IPS. Seperti label yang udah-udah, anak IPS pasti terkenal dengan bandelnya. Ada satu cerita yang gak bisa kulupain sampai sekarang. Waktu itu sedang pelajaran Akuntansi, kami disuruh mencatat laporan keuangan yang banyak bin bejibun itu. Karena males, kami cuma pura-pura nulis. Ehh, tiba-tiba si Bapak meriksain catatan satu-satu! Karena ga bisa berbuat apa-apa lagi, akhirnya kami tunjukkan aja catatan yang masih kosong itu. Bukannya marah, si Bapak malah ngomong begini, "Ukhti, kamu nyatetnya pakai apa? Tenaga dalam?"
Kompak kami menahan tawa. Antara malu sama lucunya statement Bapak itu :D

3. Ngetem di kantor ekskul
RDP dan MATLA kebetulan satu kantor. Walaupun produknya beda tapi kerjaannya hampir-hampir sama. Nah, kalau kami lagi males sholat ke mesjid, kami ngetem di kantor.
Ngapain aja?
Tergantung. Kadang nonton, kadang denger musik, kadang baca-baca, kadang main game, kadang ngemil. Yang penting kalau ada ustadz lewat kami langsung diam, biar gak dicurigain...


4. Ahlul Kubah
Nyempatin foto di kubah mesjid pas
khataman. Liat aja tuh belakangnya,
tinggi banget kan?
Dari sebelum kata 'Anti-Mainstream' keluar, aku dan Nida sudah sering melakukan hal-hal anti-mainstream. Kalau orang belajar di tempat yang nyaman kayak di kelas, di mesjid atau di kamar, kami memilih belajar di kubah mesjid! Negeri 5 menara ada ahlul menara, kami ada ahlul kubah hehehe... kalau mau belajar di kubah mesjid kami harus kucing-kucingan sama security pesantren. Soalnya kubah itu tinggi banget, untuk naik ke atas tangganya cukup kecil, kubah ini juga jarang dijamah. Pernah kami diteriakin security, disuruh turun karena ketahuan berada di kubah. Dikira kami anak gadis galau karena patah hati yang pengen terjun dari atas! Hehehe, parno banget om security ini. Wong cuma pengen belajar sambil ditemani angin bertiup kok... *halah*

5. Ngebolos
Sebenarnya di pesantren tuh ga bisa bolos karena pengawasan penuh selama 24 jam. Tapi kami bisa juga bolos, bolos berizin. Kenapa bisa? Iya, soalnya kami punya tasreh (surat izin) resmi untuk meninggalkan kelas. Nida tuh aktif di marching band sedangkan aku aktif di pramuka. Ekskul yang kami pilih sama-sama memberikan peluang untuk sering keluar pesantren. Entah itu ikut lomba atau kegiatan lainnya. Itu baru alasan pertama!
Alasan kedua, dulu cukup sering kami mengikuti lomba kaligrafi di luar pesantren. Sebenarnya bisa-bisa saja masuk kelas, tapi kami memilih 'ngebolos' biar bisa keluar pesantren. Hekekekek...
Alasan ketiga, kalau habis menjadi Dekorator sebenarnya ga ada istilah dikasih rehat. Tapi karena capek banget, kami minta tasreh dengan alasan sakit. Padahal di kamar cuma ngebangke sepanjang hari. Giliran diperiksa sama Ustadzah ya kami emang kelihatan kayak orang sakit, wong udah gak tidur berhari-hari karena kejar target dekorasi..
Sampai ada salah seorang Ustadz yang sering nungguin kami masuk pas pelajaran dia. SOalnya dia pikir kami sengaja membolos demi menghindari pelajarannya. Padahal emang momen ngebolosnya bertepatan sama jam mengajar dia. Ya ampun~

Hehehe...
Cerita-cerita di atas ga patut ditiru sebenarnya... Itu cuma kebandelan-kebandelan masa muda kami. Disiplin dan memaksimalkan kemampuan tetap yang terbaik! :)

Kisah Sapu Tangan

Setelah tamat. Buat ketemuan
aja gak gampang :(
"Ink tau nggak, kalau sama temen tuh jangan pernah kasih sapu tangan. Mamakku pernah ngasih sapu tangan ke temannya dekatnya, terus mereka pisah jauuuh banget. Sulit jumpa..." cerita Nida pada suatu hari. Aku ngangguk-ngangguk.

Tapi nyatanya, walaupun aku nggak pernah ngasih Nida sapu tangan, kami justru terpisah jauh dan jarang berjumpa sekarang. Tamat dari pesantren, Nida masuk ke ATKP Medan. Sekolahnya berasrama, tahun pertama ga boleh bawa hape. Setelah itu dia pernah ditugaskan di Bandung, Kalimantan dan sekarang di Ambon. Satu hari waktu lagi nelpon akhirnya aku bilang,
"Da, aku kan ga pernah ngasih saputangan ya? Kok kita susah banget untuk ketemuan..."

Ya begitulah, namanya pun jalan hidup.
Yang paling penting adalah bagaimana kita saling mengingat, begitu kan Ink? :)

#StrongMemoriesAboutFriend

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Menghayati Lagu Cicak di Dinding