Melacur Idealisme

"Dasar Amerika pencuri! Penjajah! Benci aku!"
Katanya sih gitu, tapi besok-besoknya ternyata si dia mau berangkat ke Amerika, kabarnya dapat beasiswa ke negeri Paman Sam itu.
"Loh, katanya benci Amerika. Kok sekolah disana?"
"Hehe, gimana lagi. Namanya dapat beasiswa, sayang kalo dibuang?"
"..."

Katanya Amerika penjajah... Ceritanya mau nghantarin diri ke penjajah ni?

***
http://ariefimam2.files.wordpress.com/2012/05/gie.jpg

Melacur idealisme. Kata yang aku pinjam dari ungkapan Deddy Corbuzier.
Ya, dalam kenyataannya banyak sekali dari kita yang sering melacur idealisme. Mulai dari perkara kecil sampai perkara besar. Contoh di atas salah satunya.


Kita sering kali menyatakan benci sesuatu, tidak suka sesuatu, menolak sesuatu tapi ujung-ujungnya saat ditawari hal yang menggiurkan, dengan cepat kita membuang semua idealisme yang ada di kepala kita.
Ahh, menyedihkan...
Bukankah itu menggambarkan karakter manusia Indonesia yang tidak cukup kuat? Kata lainnya, mudah dirayu? Istilah lainnya lagi, labil?

Ya, sedikit vulgar mungkin menggunakan kata melacur. Tapi istilah ini cukup tepat karena memang kita sering sekali melacur idealisme. Umumnya, melacur akan diidentikkan dengan sifat murahan, bisa dibeli dan tidak berharga.
See? Bukankah itu nilai yang sama saat kita melacur idealisme?

Aku berpendapat begini bukan tanpa alasan. Jengah rasanya melihat banyak orang yang (katanya) membenci sesuatu tapi belakangan malah mengikuti yang dia benci itu.
Contoh paling mudah :
Saat nonton pertandingan bola kita akan setengah mati mendukung, membela, memuji-muji tim Indonesia. Lalu tanpa segan menghina-hina tim lawan. Alasannya apa? NASIONALISME.
Tapi, dua meter aja melangkah keluar stadion, terus ada yang nawarin hidup gratis di negara orang, beugh langsung diserobot.

Bukannya gak boleh ke luar negeri, tapi jangan sok-sokan juga mengatakan benci, menolak atau tidak suka.

Indonesia punya contoh kok soal nasionalisme.
Tau B.J. Habibie?
Satu hari aku pernah baca biografi beliau. Kisah luar biasa aku dapatkan, karena tidak yakin bahwa kita bisa mengambil sikap yang sama dengan apa yang ia perbuat.
Pak Habibie pernah ditawari hidup di Jerman dengan semua fasilitas lengkap mulai dari rumah, kendaraan, pendidikan, gaji yang layak sampai biaya hidup. Wow! siapa yang tidak tergiur?
Tapi Pak Habibie dengan tegas menolak. Apa yang ia katakan? "Tidak. Saya putra Indonesia, saya akan kembali ke Indonesia untuk mengabdi pada tanah air saya"
Ya, persis dengan apa yang digambarkan dalam film Habibie dan Ainun. Walaupun pada akhirnya Pak Habibie seperti dicampakkan dari negara ini. Sayang...

Satu lagi, ini kisah nyata dari rekan kerja orangtuaku.
Sebut saja namanya Fulan. Dulunya Fulan adalah pentolan FPI di kota kami, apapun yang bertentangan dengan Islam, tanpa segan dia akan menolaknya. Idealis? Tentu.
Karena cukup vokal, akhirnya pemerintah menawarkan sesuatu. Ia diangkat menjadi PNS. Jabatannya tak tanggung-tanggung, cukup bergengsi.
Akibatnya dia tak lagi bisa vokal bergerak di FPI, karena disodori kerjaan ini itu dan diberikan penghidupan yang layak. Tapi namanya saja setan, tetap saja menggoda manusia. Si Fulan mau tak mau terseret kasus korupsi. Ujung-ujungnya ia menjadi tumbal. Ya, intinya dia menanggung akibat dari apa yang tidak dia lakukan. Sampai sekarang ia masih ditahan di penjara. Itu semua agar si pelaku korupsi melenggang tenang.
Jadi lihat? Bagaimana jika kita melacur idealisme? Ruginya banyak!
Namanya saja idealisme, soal prinsip, soal harga diri. Kalau sudah bisa dibeli, apalagi harga diri?

Begitulah.
Jangan melacur idealisme. Kalau tidak suka, tolaklah dengan tegas. Tapi jika masih mau, maka jangan mecaci maki atau berkata benci. Itu namanya hipokrit alias munafik!

Punya prinsip yang jelas dan benar? Ya pertahankan. Jangan mau dibeli dengan harga murah sodara-sodara!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita