Catatan Mantan Calon Santri

Kenapa harus mantan calon santri?
Karena begitu lulus jadi santri kan sudah mantan calon namanya :D

Malam ini habis lihat foto-foto calon santri baru di Facebook, rasanya jadi kangen waktu berada di posisi mereka. Calon santri, atau yang disebut Capel (Calon Pelajar) dulunya. Angkatan manapun pasti punya kisah sendiri semasa capel.

Masuk pesantren awalnya bukan keinginanku tapi keinginan orangtua karena melihat saudara yang juga masuk pesantren, walaupun demikian aku juga mau masuk pesantren. Jadi bukan karena terpaksa.
Satu hari yang cerah, aku disuruh pakaian rapi dan entah mau dibawa kemana. Mamak cuma bilang mau lihat pesantren. Oke, garisbawahi 'mau lihat pesantren'nya ya... Akhirnya dengan sangat lugu dan polos aku memakai sepasang baju muslim berwarna ungu dan memakai jilbab kaos. Simpel, ala anak tamat SD lah.
Sesampainya disana tiba-tiba mamak mendaftarkanku dan langsung ikut ujian lisan disana. WHAT?! Bayangkanlah apa yang terjadi, tanpa persiapan! Tapi mungkin mamak percaya aja karena sebelumnya aku udah belajar di pengajian juga. Akhirnya ujian lisan hari itu berhasil aku lewati dengan beberapa catatan dari pengujinya, kayak doa-doa pendek aku harus hapalkan lebih banyak.

Dan pada saatnya bermukim, 8 Juli 2004 (masih ingat!) waktu itu tanggal 5-nya baru pulang liburan dari Jakarta. Jadi euforia liburannya masih terasa dan tiba-tiba harus mondok. Setiap calon santri wajib mukim sebelum ujian, jadi semacam uji badan gitu. Kira-kira sanggup gak beradaptasi dengan kehidupan pondok? Aku kan ogah-ogahan tuh, jadi mamak yang siapin semua baju, perlengkapan sampai tempat tidur semua. Pokoknya aku enggak mau mukim saat itu, karena ada yang bilang boleh datang mukim di hari-hari berikutnya.

Hari pertama mukim aku senang-senang aja. Dapat teman baru, ke mesjid bareng-bareng, dan tidur ramai-ramai malamnya. Eits, itu hari pertama...
Dan yang terjadi di hari kedua adalah...
NANGIS!!!
Oleh  karena rasa rindu yang sangat tidak tertahan, hahaha...

Jadi pernah waktu itu aku dibawain roti coklat sama ayah. Saking rindunya setiap makan roti itu aku nangis, setiap makan nangis, akhirnya aku keselek karena makan sambil nangis. Ujung-ujungnya demam tinggi. Kalo kata orang namanya demam rindu. Mau enggak mau ayah sama mamak harus jenguk setiap hari, kalo siap ashar aja ayah sama mamak belum datang pasti aku buru-buru ke wartel dan nelpon sambil nangis. Cengeng banget...

Terus semasa jadi Capel itu kita sering nangis berjamaah. Ceritanya ada satu orang yang nangis, terus temennya datang nanyain "Kamu kenapa?", ternyata rindu sama ortunya. Walhasil yang enggak nangis tadi pun ikutan nangis karena rindu. Dan berlanjut ke belasan orang lainnya dan berakhir dengan nangis berjamaah!

Jadi Capel itu agak terkejut badan. Misalnya aja kita enggak terbiasa mandi pakai basahan dan disana harus pakai basahan. Repot... Ada yang dengan sangat polos cuma pakai handuk doang dari kamar mandi ke kamar, anak-anak banget... Teman sekamarku malah tenang-tenang aja keluar kamar enggak pakai rok alias cuma pakai baju terusan doang. Aduh, asli deh anak SD-nya kelihatan parah hahaha...
Beradaptasi sama makanan pesantren juga susah. Yang enggak enak lah, nasinya keras lah, pokoknya semua-mua jadi enggak enak. Padahal udah 6 tahun disana, besar juga nya, makannya pake nasi sama lauk itu-itu juga nya...

Seminggu mukim itu rasanya kayak setahun. Lamaaa banget! Mana pas ujian aku sakit perut lagi, jadi enggak bisa menjawab soal dengan serius. Akhirnya cuma dapat nilai tertinggi ke-4, tapi syukurnya masuk kelas unggulan. Dan setelah dinyatakan lulus maka resmilah aku jadi santri :)

Masa capel itu udah berlalu 9 tahun lalu, tapi euforianya tetap terasa dari tahun ke tahun...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita