The 'Adams', Tentang Makhluk Bernama Lelaki

Lelaki.
Konon katanya makhluk ini berasal dari makhluk Mars, sedangkan perempuan dari planet Venus. Ini sih cuma mitos, pada dasarnya lelaki dan perempuan memang berasal dari 'planet' yang berbeda.


Lelaki.
Makhluk yang susah ditebak oleh wanita dan berlaku pula sebaliknya.




Meminati lawan jenis pada dasarnya sudah menjadi kodrat manusia sekaligus penanda bahwa ia normal. Tidak ada yang salah karena sejatinya manusia diciptakan bersama dengan potensi cinta dan kasih-sayang, bersama potensi ingin melindungi juga potensi ingin berpasangan.
Tapi kalau diingat-ingat, aku mengalami banyak sekali fase mengenal lawan jenis. Dan fase-fase itu mengalami perubahan yang signifikan terutama soal paradigma.

Dulu, pertama kali masuk masa puber aku mengalami minder parah untuk mendekati lawan jenis. Waktu itu di pesantren memang ada batasan jelas antar lawan jenis sehingga aku pun enggak berani mendekati lawan jenis. Tapi kemudian banyak temen-temen yang ngajak untuk mulai mendekati lawan jenis, salah satunya lewat media telepon waktu itu. Aku dan kawan-kawan rela ngumpulin duit demi bisa bicara dengan lawan jenis. Entah kawan si A lah, kawan si B lah, telepon nyasar lah, yang penting bisa dekat.
Dari percakapan lewat telepon itu aku kenal dengan beberapa lawan jenis, dan betapa piciknya pikiran aku waktu itu ingin menggaet semua lelaki yang aku kenal. Ini gara-gara hasutan lingkunganku yang membentuk paradigma kalau punya pacar lebih dari satu itu keren. Ya, bisa dibilang ini MASA JAHILIYAH-ku (gitu kata ustadz Bachtiar)

Seiring waktu, aku mulai mengubah pandanganku kalau setia dengan satu lelaki itu lebih keren walau ada sebagian orang yang bilang itu bodoh. Buatku enggak masalah, aku berjanji ingin setia dengan satu lelaki saja (tapi waktu itu masih konteks membolehkan pacaran) Ini juga masih MASA JAHILIYAH-ku hehehe...

Beranjak SMA aku mulai banyak membaca buku soal menikah muda, maka waktu itu aku putuskan untuk ENGGAK PACARAN dan lebih memilih NIKAH MUDA. Maka pandanganku soal lelaki waktu itu adalah mencari seorang lelaki baik dan mapan. Ya, sebatas itu.
Tapi apa aku enggak jatuh cinta di fase ini? Ya tetap masih jatuh cinta. Memandang lelaki pun masih labil. Waktu suka sama teman yang pinter seni, aku bilang tipeku yang pinter seni.
Waktu suka sama temen yang jago pramuka, aku bilang tipeku yang suka pramuka.
Ya, intinya dipaksa-paksain lah biar ecek-eceknya teman lelaki yang kusuka itu termausk tipeku. Jahiliyah... Hahaha!

Masuk kuliah sudah mulai mengenal dunia yang lebih luas, termasuk lawan jenis yang lebih banyak dengan beragam bentuk rupa. Masih suka-sukaan? Masih lah. Cuma sudah memantapkan diri untuk ENGGAK PACARAN. Aku sempat suka sama seorang senior tapi enggak pernah ngomong dan cuma nyimpen sendiri sampai hilang gitu aja karena kami berpisah untuk waktu yang cukup panjang.
Disini aku sudah memandang ke arah pernikahan, tapi masih merasa bahwa aku yang harus mencari jodohku sendiri, harus yang aku senangi, tidak sudi untuk dijodohkan. Ya, masih seperti itulah pemikirannya.

Tibalah di Dai Muda Pilihan, impian nikah muda-ku yang sempat tenggelam tiba-tiba muncul lagi dengan sangat menggebu gara-gara ceritanya ustadz Bachtiar Nasir, tuan guru di Dai Muda. Ustadz sama sekali enggak menyindir-nyindir soal pacaran tapi cerita-cerita yang ustadz sampaikan benar-benar membuat kita enggak pengen pacaran! Asli. Terutama selesai final Dai Muda, keesokan harinya kita kumpul di AQL untuk musyawarah besar DMP 1, eh ujung-ujungnya malah dikomporin sama ustadz untuk jadi pelopor nikah muda. Kali ini tanpa cerita-cerita, tapi anak-anak Dai Muda langsung galau pengen nikah muda semuanya! Ini serius! Bahkan ada salah satu temen dai yang masih muda (nama disensor) nelpon orangtuanya pengen dinikahkan! Orangtuanya kaget bukan main. Terbukti, selesai final Dai Muda di bulan Februari maka menikahlah Pratu Agus di bulan April. Cuma dua bulan!!! Selanjutnya disusul dai-dai lain, terhitung sudah ENAM orang dai yang sudah menikah. Alhamdulillah, tapi makin buat aku iri...

Pulang dari final Dai Muda, paradigmaku berubah. Aku ikhlas untuk dijodohkan termasuk jika dijodohkan  oleh orangtua. Karena aku percaya orangtua tidak akan biarkan anaknya dengan orang yang salah. Di fase ini orangtua mulai menunjukkan tanda-tand dijodohkan. Tapi ternyata aku belum siap, jadi aku alihkan ke hal-hal lain yang gak mengarah ke jodoh. Haha, masih takut rupanya...

And now, aku enggak tahu apa paradigma ini masih mungkin berubah. Terakhir kali aku dikenalkan dengan seseorang berinisial R yang secara 'cover' dia itu benar-benar 'One Package Perfect' versi aku. Istilahnya, seperti itulah yang aku butuhkan jadi pendamping. Sempat stuck di 'R' sekitar 5 bulanan walau cuma pernah bertatap wajah 2 kali. Padahal sama-sama belum kenal, tapi R benar-benar Perfect in my mind. Sampai akhirnya aku diberi asupan buku-buku motivasi pernikahan oleh Bang Fikri. Asli! Buku-buku ini mengubah paradigmaku lagi tentang lelaki, walau merasa akan sangat susah mendapat yang seperti itu saking langkanya di zaman sekarang. Satu pagi aku buka Facebook dan menemukan posting berisikan,
"Carilah calon suami yang mencintai masjid..."
Dalam hati aku tertawa walau membenarkan statement itu. Karena yang aku lihat fenomenanya, lebih banyak bapak-bapak yang pergi ke mesjid. Jarang sekali anak muda rajin ke mesjid.
Tapi itulah kuasa Allah, enggak sampai hitungan hari MALAMNYA aku langsung ditampakkan Allah bahwa ada orang seperti itu.

Bahwa ada Fahri 'Ayat-Ayat Cinta' di kehidupan nyata.
Bahwa ada Azzam 'Ketika Cinta Bertasbih' di dunia.
Bahwa ada Syamsul Hadi 'Dalam Mihrab Cinta' yang hidup di kenyataan.

Malam itu aku berpikir, bahwa jika ada 'One Package Perfect' versi keinginanku dan ada 'One Package Perfect' versi Allah dan Rasul-Nya, maka aku akan pilih versi Allah dan Rasul-Nya.

Karena jika memilih versi keinginanku, bisa saja keinginan itu berasal dari nafsu, bisa saja dari hasutan syetan. Bisa saja aku meminatinya hanya karena hal-hal duniawi semata.
Tapi jika itu pilihan Allah dan Rasul-Nya, aku yakin bahwa APAPUN YANG BERASAL DARI ALLAH TA'ALA ADALAH SEBUAH KEBAIKAN. Maka, kebaikan dari Tuhanku lah yang akan aku perjuangkan untuk didapatkan.

Ya, perubahan paradigma itu tidak lain karena proses dan bimbingan Allah semata. Kalau bukan karena penjagaan Allah mungkin aku sudah tersesat pada cinta yang tidak halal.
Dan tahu? Inilah titik paling nikmat ketika mempasrahkan segala sesuatunya pada Allah.
Ini sungguhan, bukan lebay.

Betapa nikmatnya ketika tidak lagi membawa ego pribadi dan ngotot kepada Allah,
Betapa nikmatnya ketika tidak lagi berdoa sambil menuntut Allah memberikan pinta kita
Betapa nikmatnya ketika meminta jodoh kita pasrahkan pada kehendak Allah
Dan betapa nikmatnya ketika siklus kehidupan ini telah diatur oleh Allah dan kita mengikutinya dengan ikhlas
Masya Allah, betapa tenangnya hidup. Sungguh!

Wallahu a'lam bishshawaab...
Allah, jagalah hati kami

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita