Seperti Namanya
“Kalau kau
punya rumah, kau pasti inginkan dia indah. Kalau kau punya keluarga, kau pasti
inginkan mereka bahagia”
Ini rumah kita,
yang seharusnya kita rawat dengan sebaik-baiknya. Karena kita tinggal di
dalamnya bersama keluarga yang kita sayangi. Kalau tidak sayang, pasti tak kan
ada yang tersisa hidup karena kita telah saling membantai satu dengan lainnya.
Tapi karena ini, karena kita saling menyayangi maka kita tetap bertahan.
Musyawarah
Departemen (musdep) yang dilaksanakan setiap tahun ini pada hakikatnya adalah
momen berkumpul terbesar kita, dimana kita membahas hal-hal yang berurusan
dengan ‘rumah’ ini serta memilih seorang ‘kapten’ untuk membawa kita semua.
Sayangnya, tak banyak yang berarti pada setiap pelaksanaannya.
It’s hard to
say, tapi kenyataannya tak ada esensi apapun yang kudapat. Bukan sekali aku
mengikuti musyawarah tinggi seperti ini, pertama kali kujalani di pesantren.
Walau dulu belum mengerti tapi setelah diberi pengarahan aku jadi paham makna
pelaksanaannya. Pentingkah? SANGAT PENTING! Terutama bagi kelangsungan sebuah
organisasi. Aku ingat saat mengetukkan palu, tak mudah untuk berkata ‘ditolak’
dan ‘diterima’ atau ‘sepakat’ dan ‘tidak sepakat’. Karena yang ku yakini, tuhan
pasti menyaksikan segalanya. Termasuk mempertanyakan setiap keputusan yang kita
buat.
Dua kali
mengikuti musdep di ‘rumah’ ini ada banyak hal yang membuatku bingung. Bingung
kenapa? Karena ini tak seperti musyawarah yang sudah-sudah. Padahal hakikatnya
semua musyawarah tertinggi seperti ini memiliki agenda yang sama.
Pertama,
kulihat kertas AD ART dan Tata Tertib Musdep yang kupegang tadi. Angka “2011”
tertera di atasnya. Aku bingung sendiri, bukannya ini tahun 2012? Terus mana
hasil musyawarah tahun lalu? Pada bagian mana perubahannya? Atau hasil
musyawarah tahun lalu terlupa begitu saja?
Kedua, rapat
ini bernama Musyawarah Departemen berarti yang diutamakan adalah musyawarah.
Lalu ada pasal yang berbunyi : 1. Keputusan diambil dengan jalan musyawarah 2. Jika
poin 1 tidak terlaksana maka keputusan diambil dengan jalan voting.
Faktanya, semua
keputusan diambil dengan jalan voting. Kenapa? Kalau begitu untuk apa ada poin
1 yang berbunyi seperti itu?
Kata Musyawarah
sudah sangat tepat sebenarnya, dalam KBBI Musyawarah berarti “pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas
penyelesaian masalah; perundingan; perembukan”. Keuntungannya
adalah musyawarah tidak menguntungkan atau merugikan pihak manapun karena hasil
yang dicapai pada satu titik bernama mufakat.
Sedangkan voting akan menguntungkan
pihak mayoritas dan memarjinalkan pihak minoritas. Padahal ada kalanya suara
minoritas benar serta mendukung kebaikan bagi keputusan yang akan dibuat.
Sayangnya, suara minoritas dianggap salah karena kebenaran sepertinya hanya
milik mayoritas.
Ketiga, tidak semua peserta paham
dengan musdep. Mulai dari tata cara sampai esensinya. Wajar saja ketika sedang
berlangsung banyak yang ribut atau cerita-cerita karena enggak paham sedang apa
dan untuk apa dia disana. Apalagi bagi yang belum pernah berorganisasi
sebelumnya, pastilah membingungkan ketika harus mengikuti rapat besar seperti
ini.
Sebaiknya kita memahami betul apa
esensi dan substansi dari pelaksanaannya, termasuk demokrasi yang kita lakukan.
Apa gunanya setiap tahun kita lakukan kalau sama sekali tidak memberi arti buat
kita?
Jangan jadikan ini sekedar tradisi
menahun yang harus dilaksanakan. Kalau cuma untuk memilih ketua pastilah tak
harus serepot ini kita semua. Karena musdep dilaksanakan untuk menjaga ‘rumah’
kita.
Aku tak ingin rumahku seperti namanya.
Jika IMAJINASI hanya imajinasi…
Imajinasi mempunyai tingkatan bahasa
lebih tinggi ketimbang Khayal, sebab khayal itu kosong (muluk-muluk) sedangkan
imajinasi lebih berisi karena memungkinkan untuk diwujudkan. Lalu, apa kita
ingin ‘rumah’ ini hanya berisi harapan-harapan kita? Harapan yang sebenarnya
sangat mungkin untuk diwujudkan tapi karena keegoisan kita sendiri sehingga
kita yang membuatnya menjadi imajinasi belaka.
Perduli bukan sekedar ikut musdep,
tapi perduli itu adalah memikirkan masa depan ‘rumah’ kita. Bukan hanya memilih
ketua pada tahun ini, tapi keberlangsungan ‘rumah’ ini ke depannya demi
kebaikan generasi-generasi di bawah kita selanjutnya.
Jika kita menanam pohon apel di ‘rumah’
ini, maka kita tidak akan menikmati buahnya mengingat pohon apel berkembang
lama. Tapi kita tanam ianya untuk generasi setelah kita.
Manusia akan mendapatkan apapun yang
diniatkannya, termasuk jika niat kita tidak benar (bukan tidak baik) maka
wajarlah rumah ini akan mendapatkan ketidakbenaran pula.
DO OUR BEST. Jika rumah ini (masih)
rumahmu…
-Spoken Pen-
NB : Just my opinion :)
Komentar
Posting Komentar