Kami Bukan Malaikat, Maafkan Kami...

Setahun lalu aku ikut sebuah program televisi yang bernama (.......................)
selesai mengikuti itu melekatlah nama baru di belakang nama-nama kami. Dai dan Daiah.

Bagiku, panggilan itu belum pantas dilekatkan pada diriku. Kalau aku disebut penceramah, mungkin iya. Tapi jika disebut dai'ah, belum kawan...
Tugas dai'ah jauh lebih besar dari kami-kami ini, masih banyak orang yang pantas dipanggil dai'ah dengan perjuangan dakwah mereka yang jauh lebih hebat.

Entah ini kebiasaan atau memang paradigma umum yang sudah menjadi budaya atau apalah, bahwa seorang pemuka agama (dan sejenisnya) dianggap tidak boleh berbuat salah.

Tapi kami ini MANUSIA = Makanu-n-nisyaan
Tempatnya lupa. Aku juga masih digoda setan. Bukan serta merta setan itu enggak mau menggoda kami, malah yang menggoda semakin besar.

Meminjam istilah Darwin Tere Liye, kadang-kadang menjadi orang seperti kami ini banyak ruginya.
Orang banyak mengambil manfaat dari apa yang kami katakna, tapi kami sendiri belum tentu bisa melaksanakannya.

Sekali lagi. Karena kami bukan malaikat.

Aku sedih melihat pemuka-pemuka agama yang dihujat karena sedikit saja kekhilafan mereka. Padahal apa yang menurut kita salah beum tentu buruk di mata Allah, kawan...

Begitupun aku.
Apa kami harus menjadi seperti apa yang masyarakat pikirkan?
Ketika publik menuntut bahwa orang-orang seperti kami harus sempurna atau nyaris tanpa cacat, haruskah kami berakting? haruskah kami mengikuti keinginan dan pandangan masyarakat?
Bukankah itu menjadi sebuah kebohongan?
Lebih buruk bukan?

Korelasinya begini, ketika figur dituntut untuk menjadi seperti apa yang publik inginkan dan itu tidak sesuai dengan kepribadian figur, lantas muncullah perbuatan-perbuatan akting (kata lain dari kebohongan) demi konsumsi publik. Sekali lagi, konsumsi publik.

Dan haruskah berbohong? Haruskah berakting? Haruskan menjadi orang lain? Haruskah tidak menjadi diri sendiri? Haruskah membohongi diri sendiri?

Jujur itu Bening. Being Pure.

"Harusnya kita menjadi diri sendiri. Mensyukuri yang telah Allah beri. Meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan."

Just do that!

Maaf harus berkata begini, tapi jujur lebih baik walaupun pahit. Daripada bermanis kata tapi harus berbohong.
Walahu alam bisshawab...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita