Mencarikan Ayah Untukmu


Assalamu'alaikum sayang. Hai, Nak... Bagaimana kabarmu?

"Waalaikumsalam. Hai Bu, aku baik sekali. Tetapi aku rindu ibu. Apakah kita bisa bertemu?"

Belum, sayang... Kita belum bisa bertemu...

"Kenapa kita belum bisa bertemu, bu?"

Ibu belum menemukan ayahmu. Tanpa ayahmu, tentu kita belum bisa bertemu.

"Aku sudah tak sabar ingin melihat dua malaikatku. Sulitkah menemukan seorang ayah, bu? Bagaimana sosoknya ayah itu?"

Tidak sulit nak, yang pasti ia harus seorang lelaki. Tetapi di dunia ini sekarang, menemukan lelaki yang dapat menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya juga tidak gampang.

"Kenapa, bu?"

Banyak yang lelaki secara fisik, tetapi tidak lelaki secara mental, sikap dan kepribadian.

"Benarkah, bu? Lalu seperti apa ayah yang baik itu? Apakah harus seseorang yang kaya raya?"

Harta itu semu, Nak. Kita seperti memilikinya tapi sesungguhnya tidak kita miliki. Walau surat tanah, surat kendaraan, surat rumah, surat dagang, semuanya berbunyi "Kepemilikan atas nama" tetapi sesungguhnya itu hanyalah "Pinjaman atas nama".

Allah hanya meminjamkannya. Lelaki yang kaya raya belum tentu menjadi ayah yang baik untukmu. Jika hartanya hanya dibanggakan, dihabiskan untuk foya-foya, hidup bermewah-mewahan dan berlebih-lebihan, Ibu khawatir harta itu akan merusakmu. Jika ayahmu lelaki yang menganggap harta adalah segalanya, maka ia akan memanjakanmu dengan kebahagiaan semu dunia. Ia berpikir bahwa tugasnya hanya mencari nafkah, memberi makan, membelikan baju, membiayai sekolah. Padahal sesungguhnya seorang ayah harus menjadi kepala sekolah, menyusun kurikulum pendidikan bagi anaknya.

Ibu tak ingin kita mendewakan harta, sehingga berlelah-lelah bekerja hanya untuk menumpuk kekayaan. Menyedihkan jika kita hanya menjadi budak harta nak... Menyedihkan sekali...
Budak harta bisa dibeli idealismenya, bisa digadai imannya, bisa diperalat ilmunya. Tidak, Nak...

Jikapun ayahmu seorang yang berharta, ibu ingin ia mengajarkan kita bahwa segala sesuatunya adalah titipan, tak ada yang benar-benar kita miliki.
Ayahmu haruslah seorang yang akan mengajarkan berderma, bersimpati terhadap orang lain, mengajarkan kearifan dan kelembutan hati lewat keringanan tangan untuk bersedekah. Ayahmu akan mengajarkan bahwa kekayaan datang dari Allah dan hanya akan menjadi berkah jika dihabiskan di jalan Allah. Kau tidak akan dimanjakan oleh fasilitas mewah berlimpah ruah, melainkan kau akan diajarkan berusaha dalam hidup. Sehingga kau akan mengerti, masalah bukan diselesaikan dengan uang, tetapi dengan sabar dan sholat, dengan kearifan berpikir yang diiringi keridhoan atas ketetapan Allah.

Tahukah, Nak...
Orang beriman hanya akan mengambil apa yang cukup untuk dunianya.
Ingat, nak.. Yang CUKUP.
Sebab Allah tidak pernah menciptakan kemiskinan, Allah hanya menciptakan kecukupan dan kekayaan. Jika tidak kaya, maka berarti kita cukup. Jika lebih dari cukup, berarti Allah mengkayakan kita.

Soal harta jangan takut nak, Kita tak perlu khawatir dengan kefakiran sebab kita adalah hamba dari Allah Al-Ghaniy, Yang Maha Kaya.
Semutpun hidup, makan dan berkeluarga. Semut tak takut menjalani hidup walau ia ringkih jika tersenggol tangan manusia atau terpijak manusia.
Cicakpun sama, ditakdirkan baginya makanan berupa serangga terbang, sementara cicak tak bersayap, hanya mampu merayap. Tetapi cicak hidup, nak...Tidak punah... Itulah bukti bahwa segala sesuatu di atas bumi ini sudah diatur rezekinya, ada kadar yang sudah Allah takar.
Harta itu,
Jika tiada, ia bisa dicari
Jika ada, yakini ia bisa habis

"Oh, begitu... Baiklah, berarti bukan harta yang utama ya, Bu? Kalau begitu, apakah Ayah harus seseorang yang tampan dan memiliki fisik bagus? Yang kudengar, banyak orang menikah dengan pemilik fisik yang indah untuk memperbaiki keturunan, bukankah menyenangkan jika ayah seorang yang tampan?"

Nak, apakah rupa yang tampan sesuatu yang bisa kita minta sebelum lahir?
Laqod khalaqna-l-insaana fi ahsani taqwiim, Sesungguhnya Allah telah menciptakan kita dalam sebaik-baik bentuk. Kita dan raga kita sudah berjodoh sejak pertama kali diciptakan, nak...

Rupa yang tampan bukanlah yang utama. Apakah engkau senang jika ayahmu tampan namun mempunyai sikap dan perangai yang buruk? Naudzubillah... Jika ayahmu tampan, namun gagal mendidikmu, malah suka bertindak buruk terhadapmu, percayalah nak, wajah tampannya tak akan menolong apa-apa. Jika kau tak suka pada ayahmu, maka wajah tampannya akan menjadi bagian yang paling tidak ingin kau lihat. 

Sekali lagi, paras rupa tidak mampu menolong apa-apa, Nak...

Nabi Yusuf yang tampan dan mempesona itu diangkat menjadi nabi bukan karena ketampanannya, melainkan ketaqwaannya. Justru ketampanannya telah menjadi ujian baginya, sayang...

Kau tahu Nak? Di dunia ini kini ketampanan bukan lagi barang langka. Operasi plastik, mengubah rupa yang telah diciptakan Allah, bukan lagi hal yang sulit. Semua orang berlomba-lomba menjadi tampan dan cantik.
Yang langka di dunia saat ini adalah keimanan, keilmuan dan hamba yang bertaqwa.
Menemukan ketiganya sulit sekali. Sebab iman itu disembunyikan, ilmu itu sudah mulai diangkat ke langit dan taqwa itu juga disembunyikan.

Jadi, Nak, tak perlulah seorang yang super tampan rupanya untuk menjadi Ayahmu. Bagi ibu, menemukan seorang Ayah yang baik agamanya, baik akhlaknya, baik sikapnya kepada Allah dan kepada manusia, sudah cukup untuk menjadi ayah yang baik bagimu.

"Baiklah, Bu... Lalu, apakah ayahku harus seseorang yang terpandang karena nasab atau jabatannya?"

Terpandang di mata manusia, tapi tidak dipandang Allah, itu menyakitkan nak...
Mencari penilaian manusia adalah pekerjaan yang melelahkan. Dunia ini bagai bayang-bayang. Kita bisa melihatnya tapi selamanya tak akan pernah bisa menggenggamnya. Jika kita ikuti bayangan itu, sampai kapanpun kita tak akan pernah menyentuhnya. Tetapi jika kita berbalik dan meninggalkannya, maka bayangan itu akan mengikuti kita.

Beda halnya jika kita terpandang di hadapan Allah. Tak apa jika tak terkenal di antara penduduk bumi, asal kita terkenal di antara penduduk langit. 

Nama kita kerap dibicarakan para malaikat
Surga memanggil kita merindu untuk dimasuki
Sementara neraka meminta agar kita tak menyentuhnya.

Jabatan pun semu, nak...
Status kita yang paling pasti adalah hamba Allah, sedang jabatan utama kita adalah Khalifatu fil-ardhi, Khalifah di muka bumi.
Cukuplah ayahmu seorang yang memahami statusnya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi, maka engkau akan dididiknya sebagai hamba Allah yang berkemampuan menjadi khalifah di muka bumi.

"Jika bukan harta, rupa dan status, lalu sebaiknya Ayah itu orang yang seperti apa, Bu?"

Semoga ayahmu adalah seorang lelaki yang selalu menautkan hatinya kepada Allah, mencontoh teladan sempurna Rasulullah, dan patuh melaksanakan nasihat Al-Qur'an dan Sunnah.
Tahukah, Nak... Sahabat Nabi pernah berpesan,
"Nikahkanlah anak perempuanmu dengan lelaki beriman. Jika ia cinta maka ia akan memuliakan, jika tidak cinta maka ia tidak akan menyakiti"
Lelaki sholih, lelaki yang pantas menjadi Ayah, seperti itu Nak... Yang memahami titah Allah dan pesan Rasulullah. Bersama seorang pria beriman dan bertaqwa, Ibu bisa mempercayakanmu untuk dibinanya. Diajaknya mengenal Allah, ditanamkannya cinta kepada agama. Seperti Luqmanul Hakim, seorang biasa yang tercantum namanya dalam Al-Qur'an karena kearifannya mendidik anak. TAUHID, pelajaran pertama bagi anaknya. Bukan calistung (baca, tulis, hitung) atau bahasa asing.

"Sebentar, Bu... 'Tidak cinta?' Apa bisa seorang Ayah dan seorang Ibu saling membersamai tanpa cinta?"

Tentu bisa, sayang... Syarat sah menikah itu bukan cinta, tetapi seorang mempelai pria, seorang mempelai wanita, wali, saksi, mahar dan ijab qabulnya.

Menikah tanpa cinta tidak masalah 
yang berbahaya justru jika menikah tanpa visi misi.

Ibu tidak akan mengorbankan masa depanmu demi perasaan cinta ibu. Lebih baik Ibu mengorbankan perasaan Ibu ketimbang mempertaruhkan masa depanmu.

"Bu, jangan seperti itu... Aku sedih..."

Dengarlah, Nak... Cinta itu punya masa kadaluarsa, dalam hitungan beberapa tahun ia akan mulai memudar lalu habis tak bersisa. Tapi jika kita mencintai karena Allah, mendahulukan cinta kepadaNya, maka cinta itu kekal. Sebab landasannya kepada Allah, Dzat yang tidak pernah habis.

Nak, cintaku mungkin hanya akan bertahan beberapa masa, tetapi masa depanmu masih panjang, berkali-kali lipat dari masa aktif rasa cintaku.
Nak, setelah masa cinta itu selesai, yang tersisa pada Ibu dan Ayahmu selanjutnya adalah rasa sayang dan komitmen.
Komitmen kepada Allah, kepada keluarga, kepada pasangan dan kepada diri sendiri. Bahwa ijab kabul yang diucapkan saat akad nikah ianya bernama MITSAQON GHOLIZA (Janji yang erat) setara dengan janji para Nabi kepada Allah saat diangkat, setara dengan janji sang bayi dalam rahim saat ruhnya ditiupkan.

Kau tak perlu bersedih, sayang... Ibu memperjuangkanmu jauh sebelum kita bertemu bahkan jauh sebelum aku tahu seperti apa engkau kelak. Kau berhak atas ibu yang baik, maka aku bersiap memperbaiki diri untukmu. Kau berhak atas Ayah yang baik, maka aku mencarikan ayah untukmu. Kau berhak punya masa depan yang baik, maka aku dan ayahmu akan bekerjasama untuk itu. Aku hanya tak ingin durhaka sebelum engkau durhaka padaku. Aku takut durhaka padamu jika salah memilihkan ayah untukmu.

"Bu, adakah ayah akan seperti itu?"

Ada, Nak... Percayalah. Sebab takwa itu tersembunyi, tentu hamba-hamba Allah yang bertakwa pun tersembunyi. Kita hanya perlu meyakini bahwa Allah itu baik, Maha Baik. Tidak ada ketentuan Allah yang buruk, kecuali kita yang berprasangka buruk terhadap ketentuannya.
Kita hanya harus percaya bahwa saat kita memperbaiki diri, jodoh kita pun akan ikut diperbaiki Allah. Entah siapa yang tengah berjuang lebih dahulu antara aku atau ayahmu. Entah dia yang terlebih dahulu memperbaiki diri sehingga aku ikut diperbaiki Allah, atau aku yang duluan memperbaiki diri lalu dia ikut diperbaiki Allah?

Dalam setiap sujudku dan waktu-waktu mustajab untuk berdoa, terus kupintakan kepada Allah

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Robbi hab lii mina-s-shoolihin
Ya Rabbku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh (QS. Ash Shaffaat: 100)
Seperti Nabi Ibrahim 'Alaihissalam yang terus memanjatkan doa ini seraya memohon anak yang shalih. Tetapi Allah memberi lebih, kelak dari garis keturunan Ibrahim-lah terlahir Sang Penyeru Alam, Muhammad Shalallahu 'alaihi wasallam.
Akupun sama, memohon agar keturunan kita senantiasa terjaga, dimasukkan dalam golongan orang-orang sholeh. Kelak, jika keturunanku lebih shalih, maka ialah yang akan menyelamatkan generasi sebelum-sebelumnya. Jika imannya lebih baik, maka ia bisa menyelamatkanku.

Kuiring selanjutnya dengan doa yang tak jauh berbeda,

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
Robbi hab lii min ladunka dzurriyyatan thoyyibatan, innaka samii’ud du’aa’
Ya Rabbku, berilah aku dari sisi Engkau keturunan yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa (QS. Ali Imron: 38)
Seperti Nabi Zakariyya yang memintakan keturunan yang baik sehingga dihadiahkan Yahya AS baginya di masa tuanya. Pun Zakariyya yang mengasuh seorang wanita mulia, Maryam yang terjaga kesuciannya.

Apapun itu, kita hanya harus terus berjuang, Nak...
Ibu disini diiring doamu disana, semoga kita semua bisa bertemu pada waktu yang tepat, utamanya dalam taat.
Assalamu'alaikum sayang...

"Waalaikumsalam, Bu..."

Komentar

  1. Membaca ini di masa seperti ini, Lala know lah.. TT

    Yes, punya visi dan misi, apalagi jika visi misi bukan utk diri sendiri saja. InsyaAllah dipertemukan Allah untuk saling menyempurnakan, menguatkan.

    BalasHapus
  2. Tulisannya keren kak putrii.. Mengingatkan awak :')

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita