Rindu Ini, Entah Bagaimana Aku Menjawabnya

Malam ini tengah rindu-rindunya pada pesantren. Padahal baru dua hari yang lalu aku main kesana. Pun itu bukan yang pertama kalinya. Paling tidak dalam rentang waktu sebulan aku pergi ke pesantren. Entah itu punya keperluan atau tidak, aku akan datang. Sebab rindu...

Masalahnya malam ini bukan merindu pada tempatnya, tapi merindu pada masa-masa nyantrinya. Kan repot, mana ada obatnya ini ya?

Kenapa pesantren menjadi sangat lekat dalam diri ini, jawabannya ya karena selama 6 tahun aku tumbuh dan besar disana. Karakter diriku juga ditempa disana bersama teman-teman baik yang seangkatan maupun beda angkatan. Aku jadi pengen cerita banyak nih...

Momen yang paling sedih buat kami semua tentunya adalah momen perpisahan. Dilema memang. Di satu sisi pastilah kita ingin tamat dari pesantren. Mau lanjutin sekolah, mau berkarir, mau bebas dari disiplin. Perasaan-perasaan itu tentu ada. Di sisi lain kita juga sedih karena harus berpisah dari kawan-kawan kita yang sudah seperti saudara. Bayangkan aja, 6 tahun tumbuh besar bersama-sama, masa iya enggak sedih berpisah? Kita tuh ibaratnya saudara sepersusuan jadi kalau dipisahkan pasti terasa sakit lah.


Aku punya obsesi lucu sebelum tamat dulu. Jadi, aku bertekad harus mengenal nama dan wajah semua kawan seangkatan sebelum tamat!

Kok bisa gak kenal, Put?

Ya bisa lah. Waktu masuk pesantren aja calon santrinya ada 800-an orang, terus yang lolos gak jauh-jauh dari angka segitu. Pas kelas 3 Tsanawiyah, kita dapat saudara baru yaitu abang-abang sama kakak-kakak Intensif (lulusan SMP) yang menjalani masa studi 4 tahun sehingga jadi satu angkatan sama kita. Waktu wisuda jumlah kami 234 orang. Hitungannya 123 perempuan dan 111 laki-laki. Belum lagi disiplin yang membatasi jarak antara laki-laki dan perempuan. Ya gimana bisa kenal semua coba?

Tapi akhirnya aku berhasil kenal mereka semua! Yeee...

Caranya adalah, aku ambil absen kelas masing-masing (ssst...) terus siapa yang belum ku kenal, aku coba tanya ke orang yang kenal. Misalnya aja teman sekonsulatnya, atau saudaranya, atau yang suka sama dia. Begitu deh, jadi akhirnya kenal semua :)

Kelas 6 itu masa-masa paling berat. Kami sering menggunakan istilah "Kapal akan segera merapat, pulau impian sudah di depan mata" untuk menggambarkan masa ini. Karena memang perjuangan paling berat ada di kelas 6. Termasuk berjuang mempertahankan angka cantik 234 ini. Untungnya pembimbing kami waktu itu Ustadz Junaidi (biasa dipanggil Papa-nya kelas 6) sangat bijak menghadapi nakal-nakalnya kami. Memang kelas 6 sangat rentan sekali diskorsing ataupun dikeluarkan walau hanya karena kesalahan kecil.
Kenapa?
Karena sebelum naik ke kelas 6, kami harus menandatangani surat perjanjian. Salah satunya ya itu, tidak melanggar disiplin. Jadi kami berusaha saling menjaga. Saling mengingatkan satu dengan lainnya untuk tidak melanggar. Tentu, di masa-masa ini ikatan emosi kami menjadi semakin kuat. Karena susah senangnya sama dirasa.

Tentu diantara ratusan orang itu tidaklah semuanya dekat,namanya saja berteman pasti ada kesamaan yang sangat kuat. Tapi ikatan batin selama 6 tahun memang tidak bisa lepas begitu saja. Wajar kalau kemudian mayoritas kami menjadi sangat dekat dengan teman, karena di pesantren kami memang besar bersama teman.

Aku juga merasakan seru-serunya CiMon (cinta monyet) di pesantren. Alhamdulillah, syukurnya memang Allah memberiku anugerah untuk tidak pacaran. Tapi cimon di pesantren lucu-lucu sih... Kadang aku suka baca ulang diary-dairyku yang berisi cerita-cerita di pesantren. Sejak kelas 3 Tsanawiyah aku memang rajin menulis diary, karena menurutku sejarah tidak akan berulang dua kali sedangkan kenangan akan hilang jika tidak dipatri. Mungkin setelah ini aku bakal nulis kisah-kisah cimonku, maybe hehe :)

Yang paling seru itu memang saat di bangku 'Aliyah (SMA) karena disini kita udah jadi senior. Jadi senior bukan berarti bebas nge-bully, tapi sudah punya banyak tanggung jawab terutama di organisasi.
Mulai dari pengurus rayon, pengurus konsulat (daerah asal), pengurus OPRH/Gudep (OSIS), panitia perayaan ini itu, wah rame deh...
Nih, di kelas 4 (1 SMA) aja kami punya banyak kepanitiaan, seperti :
- Panitia 17 Agustus
- Panitia Peringatan Nuzulul Qur'an
- Panitia Lomba Pidato 3 Bahasa (LP3B)
- Panitia Perpulangan Konsulat (satu lagi aku lupa)
Terus di kelas 5 dan 6 ada :
- Panitia Drama Arena ( semacam pentas seni tahunan tapi pelaksananya khusus kelas 5)
- Panitia Pergantian pengurus OPRH / Gudep
- Panitia KMD ( Kursus mahir dasar : Pramuka )
- Panitia Panggung Gembira

Itu baru yang besar-besarnya. Kegiatan yang lain-lain itu, wah banyak banget pokoknya. Capek ya pasti, tapi momen-momen itu yang paling bikin kangen...

Kalau zaman jadi santri junior emang gak sesibuk itu sih, tapi enggak enaknya adalah karena kita masih anggota jadi hidup kita masih diatur sama pengurus senior. Hehehe...

Yang jelas, susah senangnya di pesantren itu luar biasa sekali.
Pesantren yang mengajarkan mandiri, hidup sederhana, ikhlas beramal, dan lain hal yang membuat karakter diri menjadi lebih baik. Karena kita berada 24 jam disana, jadi nilai-nilai itu tertanam dengan baik karena diulang-ulang setiap harinya.
Hidup di pesantren, jauh dari orangtua, besar bersama rekan-rekan, menghadapi berbagai masalah, mengejar prestasi, menemukan jati diri, membentuk karakter, ahh entah berapa banyak lagi yang berkesan di hati ini...

Dan rindu ini, entah bagaimana aku menjawabnya...

Komentar

  1. wah seru sekali... dunia pesantren memang bak 'kota terlarang' dibalik tembok, selalu mengundang rasa penasaran.
    btw, salam kenal ya :D

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga Mas, terima kasih udah berkunjung kesini... Blognya mas juga bagus :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bertemanlah Seperti Rata-Rata Air

Jangan Suka PHP Orang, Ini Denda yang Harus Dibayar!

Barbie Berjilbab, Potret Muslimah Kita